A-3.
REVITALISASI PESANTREN
SEBAGAI
INSTITUSI SOSIAL
|
|
Pemantik
|
Miftah Faqih (Sekjen RMI)
|
Fasilitator
|
Abdul Ghofar Rozin, Reza Ahmad
Zahid, Muiz Syeorazy,
|
Latar Belakang
Kata pondok
pesentren, terdiri dari 2 (dua) kata, yaitu pondok dan pesantren. Pondok berarti menginap, sedangkan
pesantren dapat diartikan sebagai tempat mengkaji atau tempat mencari ilmu.
Dengan demikian, pondok pesantren atau lebih sering disebut pesantren adalah
tempat mengkaji ilmu dan biasanya para santri/murid bermukim atau bermalam di
tempat tersebut. Keberadaan pesantren di
Nusantara/Indonesia sudah ada sejak zaman walisongo. Pesantren sejak mula
didirikan tidak hanya menjadi pusat keilmuwan, tetapi juga menjadi pusat
aktivitas social kemasyarakatan.
Pada
perkembangan berikutnya, dapat dilihat bagaimana peran pesantren dalam berbagai
peristiwa dan sejarah penting bangsa Indonesia. Baik pada masa perlawanan
terhadap colonial VOC/Belanda, pendudukan Jepang, masa awal kemerdekaan dan
bahkan sampai pada masa kini. Setiap zaman, selalu menghadirkan tokoh-tokoh
yang berlatar belakang pesantren. Mereka punya andil penting, strategis dan
besar dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Sepanjang
keberadaannya tersebut, paling tidak ada beberapa catatan mengenai pesantren,
yaitu:
1)
Pesantren
merupakan pusat pendidikan, dalam arti luas. Sebagai pusat keilmuwan yang
bersanad, pusat aktivitas social dan pemberdayaan masyarakat, agen perubahan
social dan penjaga nilai tradisi kemasyarakatan.
2)
Pesantren
sejak berdirinya merupakan institusi social yang mandiri, tidak bergantung
kepada pemerintah (raja), tetapi memiliki kemampuan menghidupi dirinya dari
sisi ekonomi.
3)
Pesantren
memiliki peran social politik. Melalui hubungan dengan para raja di masa lalu,
dan hubungan dengan pemerintah saat ini, pesantren mempunyai peran social
politik.
4)
Pesantren
memiliki peran budaya yang kuat. Pesantren sejak berdirinya berusaha menjaga
nilai tradisi yang baik, tradisi budaya yang baik dan dijadikan media dakwah.
5)
Kyai atau
pengasuh, merupakan sosok sentral di pesantren. Peran Kyai menjadi sangat
vital, karena padanya disandarkan aspek keilmuwan, kemandirian, peran social
politik dan budaya.
Problematika Dan Tantangan
1)
Sebagai Pusat Pendidikan
Penjajahan,
yang berlangsung berabad-abad telah menghancurkan system pendidikan pesantren.
Diperkenalkannya pendidikan formal yang kemudian dipisahkan dengan ideology
sekularisme, menempatkan pendidikan pesantren sebagai jalur pendidikan
nonformal. Kemudian persepsi yang berkembang di masyarakat adalah menilai
pesantren sebagai pendidikan kelas bawah, tidak modern dan kolot.
Tantangan
yang dihadapi pesantren adalah, bagaimana mengembalikan pesantren sebagai pusat
keilmuwan (pendidikan) bagi masyarakat. Tantangannya adalah :
a)
Persaingan
dengan lembaga pendidikan yang semakin maju, sehingga pesantren semakin kurang
menarik bagi masyarakat.
b)
Kapasitas
dan kualitas keilmuwan di pesantren sendiri. Ini kondisi yang berbeda
dibandingkan dengan masa lalu, setiap pesantren memiliki tokoh keilmuwan yang
mumpuni. Saat ini, hal ini kurang menonjol. Oleh karena itu kepemimpinan
pesantren harus mengarah kepada penguatan kualitas keilmuwan yang ada di
pesantren.
c)
Tuntutan
perkembangan jaman, di mana pesantren dituntut harus mampu menyediakan
program-program pendidikan yang up to date (mampu member bekal ilmu pengetahuan
dan teknologi praktis sesuai jaman).
2)
Kemandirian
Seperti
disebutkan sebelumnya, bahwa Kyai atau pengasuh pesantren memiliki peran dan
posisi sentral. Kemandirian pesantren akan sangat bergantung pada sosok Kyai.
Peran Kyai sebagai personal, di masa mendatang harus ditransformasikan ke dalam
kelembagaan yang lebih luas, tidak bergantung pada individu, tetapi pada system
internal pesantren dengan tetap memegang tradisi Kyai-Santri dalam
pengelolaannya. Sumber-sumber kemandirian pesantren yang selama ini masih
bersandar pada sumber daya Kyai, di masa mendatang perlu diarahkan pada system
internal tersebut, sehingga pesantren tidak tergantung pada individu Kyai
semata. Demikianlah tantangan kemandirian pesantren, oleh karena perlu diupayakan:
a) Adanya
sumber ekonomi pesantren yang menopang aktivitas pesantren, baik pendidikan,
social politik dan budaya.
b)
Adanya
sumber social (modal social) yang menopang pesantren. Modal social berupa
kekuatan brand, alumni dan program pesantren harus diperkuat.
3)
Peran Sosial Politik
Keberadaan
pesantren tidak dapat dilepaskan dari dinamika social politik, baik masa
sebelum kemerdekaan atau masa sekarang. Selain factor pemimpinnya, yaitu Kyai,
tetapi factor keberadaan santri dan keluarganya menjadi modal social politik
yang besar. Beberapa problematikanya dan tantangannya adalah:
a) Keberadaan
massa (jamaah) di pesantren seringkali hanya dimanfaatkan pada momen2 politik
praktis, sebagai pengumpul suara (vote getter).
b) Pesantren
digunakan sebagai lembaga pemberi legitimasi dan penguat pencitraan seseorang
dalam karir politik.
Secara ringkas, peran social
politik pesantren dipersempit dalam politik praktis, pemilihan umum. Padahal,
jika menyadari kekuatan social politik pesantren yang besar, pesantren dapat melakukan
banyak hal, antaranya:
a) Turut serta
dalam proses perubahan social politik. Melakukan pendidikan politik yang sehat
kepada masayrakat. Karena pesantren mempunyai kedekatan erat dengan masyarakat
sekitarnya.
4)
Peran Budaya
Pesantren
juga merupakan pusat pengembangan budaya. Budaya tidak hanya dimaknai sebagai
produk seni budaya, tetapi budaya sebagai produk social kemasyarakatan yang
lebih luas. Budaya dapat berarti akhlak social, perilaku social, peradaban dan
sebagainya. Pesantren sebagai pusat keilmuwan memiliki tantangan besar dalam
turut serta membentu peradaban masyarakat. Peran pesantren di masa lalu yang
mampu menjaga kehidupan toleran, menghargani produk seni budaya, memanfaatkan
media budaya sebagai media dakwah membuktikan pesantren mempunyai andil dalam
peran kebudayaan. Oleh karena itu pesantren:
a) Hendaknya
mampu membangun hubungan sosial, akhlak social di lingkungannya dalam menata
system social yang berujung pada terciptanya peradaban mulia di masyarakat.
b) Produk seni
budaya hendaknya tetap harus mampu menjadi media dakwah, media membangun system
social yang beradab.
Peran budaya ini
tidak terpisah dari peran-peran lainnya. Hal ini berarti pesantren harus mampu
melahirkan budaya keilmuwan, budaya politik, budaya social, budaya ekonomi dan
budaya kemandirian yang sehat dalam masyarakat.
No comments:
Post a Comment