C-2.
MEMBANGUN JARINGAN BISNIS KEUMMATAN DAN KELEMBAGAAN NU
|
|
Pemantik
|
Ahmad Bahrudin (QT), Muhammad
Touriq (OJK)
|
Fasilitator
|
Abdul Muiz F, Ghozali (HIPSI),
Hanif
|
Pengantar
Persoalan ekonomi merupakan salah satu hal krusial di tubuh NU dan
masyarakat nahdliyin. Lemahnya basis ekonomi ini berimplikasi pada lambannya,
keterbelakangan, bahkan mandegnya
berbagai program strategis NU. Sektor pendidikan, kesehatan, jasa, dan lainnya mengalami
ketertinggalan karena lemahnya topangan ekonomi ini. Karena itu, NU perlu
segera membangun jaringan ekonomi yang mampu memberdayakan masyarakat nahdliyin
dan NU secara kelembagaan untuk menopang program-program strategisnya. Untuk merumuskan ini, kita akan mencoba
membaca konteks global yang relevan, ekonomi nasional, dan kondisi ekonomi NU.
Dari sana kemudian dirumuskan beberapa gagasan yang perlu dipertajam lagi untuk
membangkitkan dan menjayakan ekonomi nahdliyyin dan NU.
Memahami
Konteks Global dan Nasional
Kekuatan
ekonomi global sangat saat ini ditopang oleh tiga kekuatan, yakni 1) kekuatan
sains dan riset yang melahirkan inovasi teknologi dan temuan-temuan
baru; 2) sistem politik modern yang menjadi kerangka kerja
legal-formal operasional; dan 3) manajemen korporasi modern sebagai
basis produksi baik yang bersifat industrial maupun eksplorasi sumberdaya
alam. Secara umum, basis bisnisekonomi
global lebih banyak berkaitan dengan
migas dan minerba (SDA), industri teknologi
misalnya bidang transportasi, elektronik, persenjataan, dan lainnya. Hal
ini yang menjadi arus utama ekonomi dunia. Korporasi sangat bertopang pada
temuan ilmuwan yang didanai filantropi perusahaan. Proses ini melahirkan
semacam lingkaran elit yang menguasai bisnis dan pengetahuan. Munculnya tren di
perguruan tinggi di Indonesia seperti perlombaan menuju world class research
university merupakan bagian dari kerangka tersebut. Di bawah arus utama tersebut, berjalan arus
ekonomi yang digerakkan oleh ekonomi kreatif yang juga berbasis pada riset yang
kuat. Pada arus atau level ketiga, arus ekonomi digerakkan oleh ekonomi sector
informal. Selain hal tersebut, mereka juga telah menguasai lembaga politik
ekonomi dunia seperti WTO, World Bank dan PBB, yang melahirkan semacam
global-governance yang meruntuhkan secara hakiki peran-peran politik Negara
bangsa.
Bagimana
dengan bumi pertiwi tercinta, Indonesia? JIka tidak ada operasi global seperti
krisis moneter 1997, pemerintah tidak salah urus, tidak ada sabotase, masa
depan ekonomi nasional sangat optmisitik. Berbagai lembaga ekonomi memprediksi
dalam sepuluh tahun ke depan Indonesia akan masuk urutan kesepuluh
ekonomi dunia dengan total PDB US$3,2 triliun, mesikpun saat ini belum masuk 10
negara terbesar ekonomi dunia. Sebaliknya, negara-negara Eropa akan turun dari
posisi mereka saat ini. Disimpulkan bahwa konstelasi keseimbangan kekuatan
global ekonomi akan bergeser tegas dari Barat ke Timur di mana Asia akan mendorong sebagian besar dari
pertumbuhan global selama 20 tahun ke depan.
Ekonom Morgan Stanley, Chetan Ahya berpendapat bahwa Indonesia ke depan
akan menempati posisi yang relatif sama dengan BRIC. Saat ini Indonesia masih
tertinggal dari negara BRIC dalam hal tenaga
berpendidikan tinggi, sebuah poin penting dalam menggerakkan perekonomian.
Dengan potensi pasar mencapai 230 juta jiwa, sumber daya alam melimpah
(Indonesia merupakan produsen nomor satu minyak sawit mentah, nomor dua timah
dan eksportir batu bara terbesar kedua dunia), tingkat pertumbuhan ekonomi di
atas 5 persen per tahun, Selain
Stanchart dan Goldman Sach, World Economic Forum (WEF) juga memprediksi
Indonesia berpeluang menjadi anggota kelompok negara dengan kekuatan ekonomi
baru, yang tergabung dalam Brasil, Rusia, India, dan China (BRIC). Hanya saja,
menurut Xavier Salai Martin, chief advisor
WEF, dibutuhkan persyaratan agar
Indonesia bisa menjadi kekuatan ekonomi baru dalam kelompok BRIC seperti
penguatan infrastruktur fisik, stabilitas makro ekonomi, kualitas birokrasi
pemerintah, sistem hukum, tersedianya industri pendukung, daya saing pasar
usaha, efisiensi pasar usaha, pendidikan dasar, pendidikan tinggi, dan kesiapan
teknologi.
Titik Kritis
Gerakan Ekonomi NU
Menjadi
penting menjawab pertanyaan: di
mana “posisi NU. ” Posisi ekonomi NU secara kelembagaan maupun
Nahdliyin belum masuk dalam arus bisnis pertama maupun menengah. Kekuatan
bisnis level elite dan menengah ini ditopang secara kuat oleh institusi
pendidikan berkelas dunia: riset dan kajian. Hal ini tidak dimiliki oleh NU
sehingga tidak mampu masuk dalam arus tersebut. Selain itu, juga dibangun di
atas kerangka manajemen modern canggih, serta kapasitas untuk membangun basis
legal-material politik untuk menopang bisnisnya. Kedua unsur ini, lagi-lagi,
tidak dimiliki oleh NU. Andai pun NU memiliki jangkaun untuk melakukan intervensi
politik, hal tersebut masih dalam konteks kepentingan sektoral atau
kelompok. Dengan demikian, arus ekonomi
NU sebagian besar masih di level akar rumput atau level ketiga, yakni sector
informal. Pendek kata, tidak penopang pokok bisnis, yakni sains dan teknologi;
system politik modern dan kekuatan politik kuat; dan manajemen professional
belum dimiliki oleh kekuatan ekonomi NU. Tradisi ekonomi panjang seperti spirit
nahdlatut tujjar; topangan politik; kewirausahaan yang tinggi; saat ini sirna
tak berbekas secara signifikan.
Pada
wilayah mind-set, segregasi ini semakin parah. Persoalan ekonomi belum menjadi
kesadaran massif NU dan Nahdliyyin. Inisiasi Gus Dur membangun Bank Nusumma,
misalnya, disambut kurang antusias di kalangan pesantren, bahkan banyak yang
mengharamkan. Ekonomi identik dengan hal duniawi dan banyak yang meyakini
dictum al-malu tholabaka sebagai antitesis dari anta tholabtahu
yang dianggap sebagai penanda maqom spiritual yang rendah.
Pada
sisi lain, NU memiliki potensi yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Jaringan
organisasi dan warga yang menasional; sumber daya manusia yang melimpah; pasar
yang besar; lahan yang relative banyak; basis pertanian, perikanan, dan
peternakan yang besar; akses politik baik parlemen maupun eksekutif; merupakan
sebagian dari potensi ekonomi NU. Hanya saja, semua itu masih gagal
dikapitalisasi secara kreatif. Berbagai
program telah dicoba dilakukan. Akan tetapi, rata-rata mengalami kegagalan.
Dibutuhkan kerangka gagasan ekonomi yang mampu menjawab persoalan tersebut.
Kerangka
Gagasan Gerakan Ekonomi
Pertama, melakukan
restorasi teologis yang memberikan landasan kuat pentingnya bergerak dan
berjihad dalam wilayah ekonomi. Kedua, membentuk satu think-thank khusus
yang berperan melakukan riset potensi ekonomi dan peta kekuatan ekonomi
nahdliyyin. Tugas lain lembaga ini adalah sebagai pusat pengembangan sains dan
teknologi untuk menopang industri kalangan Nahdliyin. Ketiga, melakukan
advokasi kebijakan sehingga kegiatan ekonomi di NU memiliki topangan politik
yang kuat .Keempat, mendirikan semacam Pusat Pelatihan, Pendampingan,
dan Advokasi ekonomi NU yang bertugas menumbuhkan dan mengawal
wira-usahawan-wirausahan baru di berbagai kantong NU.
Rekomendasi
a. Ideologi.
Mengembangkan
pemikiran paradigmatik ekonomi yang mampu menjawab kebutuhan internal NU dan
memberi arah pengembangan ekonomi nasional yang berbasis pada nilai-nilai
aswaja an-nahdliyyah.
b. Gerakan
Ekonomi Real
1) Melakukan
advokasi kebijakan publik yang mendukung pengembagan basis–basis ekonomi masyarakat
NU dan dan kebijakan pro ekonomi kerakyatan
2) Menerjemahkan
semangat Nahdlatut tujjar ke model Koperasi yang bebas dari eksploitasi
3) Mengembangkan
Perguruan Tinggi NU sebagai think-thank sekaligus basis produksi SDM NU
yang memadahi dalam menopang gerakan ekonomi NU
4) Mengambangkan
bentuk-bentuk ekonomi riil seperti [1] Ekonomi Kreatif; dan [2] Ekonomi di
sektor ketahanan pangan , dan lainnya.
5) Mendorong
keberdayaan komunitas-komunitas NU dalam membangun basis gerakan ekonomi dengan
mandat memberdayakan pusat-pusat ekonomi masyarakat NU.
c. Tata Kelola
Usaha dan Ekonomi NU
1) Memperjelas
dan memperbaiki tata kelola Aset NU sebagai lembaga
Memperbaiki tata
kelola Badan Usaha NU dengan memperjelas sistem mandat dan kewenangan dalam
sistem penyertaan aset NU ke dalam bentuk usaha tertentu
No comments:
Post a Comment