Latest News

PERAN KEAGAMAAN NU: ISLAM ASWAJA DAN PERSAINGAN IDEOLOGI DUNIA (Bag. A-4)

A-4. Strategi Dakwah di Era Media Baru
Pemantik
Nu’man Luthfie, Ainun Najib, Ainun Chomsun (via Skype)
Fasilitator
Hakim Jayli, Salehudin, Savic Ali, Hari Usmayadi, Wawan

Pengantar
Era masyarakat industri sudah tamat. Kini kita memasuki zaman baru di mana informasi menjadi anasir utama dalam peradaban manusia. Inilah era masyarakat informasi, era yang ditandai dengan kehadiran teknologi informasi dan komunikasi hampir di semua sendi kehidupan. Pada tahun 1962 Marshall McLuhan meramalkan sebuah konsep perkembangan era komunikasi yang disebutnya sebagai global village (kampung global). Dalam konsep ini McLuhan mengandaikan sebuah zaman ketika informasi akan menjadi sangat terbuka dan bisa diakses oleh semua orang, sehingga dunia seakan menjelma sebuah kampung yang sangat besar. Dalam kampung global itu, tidak ada lagi batas waktu dan tempat secara jelas. Dengan kecanggihan teknologi sebuah informasi dapat tersebar dan berpindah dari satu belahan bumi ke belahan bumi lainnya dalam waktu yang sangat cepat. Pada masa itu, kata McLuhan, manusia menjadi sangat tergantung kepada teknologi informasi dan komunikasi.
Beberapa puluh tahun kemudian Sosiolog Manuel Castell menyempurnakan konsep yang dibangun  McLuhan. Menurut Castell, dunia bukanlah sebuah kampung global yang seragam, tetapi sebuah masyarakat dalam jaringan dunia yang saling terhubung dalam sebuah network society. Dalam masyarakt jaringan perbedaan waktu menjadi lenyap. Ruang fisik dalam aktivitas sosial diganti oleh ruang aliran atau space flows. Dalam kenyataan ini jarak menjadi tak berhingga bagi mereka yang ada di luar jaringan dan sebaliknya sama sekali tak ada jarak bagi mereka yang ada dalam jaringan tersebut.

ICT dalam Sistem Dakwah
Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi melahirkan desentralisasi komunikasi dan jaringan. Dalam sistem jaringan seperti saat ini, tidak ada lagi lembaga otoritatif yang bisa mengontrol dan menguasai informasi secara absolut. Kontrol dan kekuasaan atas informasi telah terbagi-bagi kepada individu-individu, kelompok sosial, lembaga,  dalam sistem sosial masyarakat.

Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah individual’s behavior (pengetahuan, adat istiadat, dan tindakan). Sistem sosial masyarakat jaringan tidak lagi mensyaratkan sebuah pertemuan fisik karena semua sudah bisa terwakili dalam sebuah interaksionisme simbolik. Pola kehidupan sosial masyarakat modern saat ini berjalan seperti karakter-karakter dalam sebuah drama fantasi. Setiap orang bisa saling berhubungan hanya dengan duduk di depan komputer dalam kamar yang terhubung internet. Dalam kontak maya ini setiap individu bisa membuat avatar atau karakter pribadi sesuai yang diinginkannya.

Demikianlah, teknologi telah membuat semuanya menjadi lebih mudah. Seseorang tidak lagi harus menempuh jarak yang jauh untuk bisa bercakap-cakap dengan orang lain. Dengan telepon, internet, dan teknologi satelit kita bisa berhubungan dengan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Namun sayang, kemudahan teknologi tidak melulu menghadirkan kemaslahatan. Situs jejaring sosial semacam friendster, facebook, twitter, dan lain sebagainya memang bisa mempertemukan seseorang dengan orang yang lainnya secara gampang. Namun, keajaiban teknologi komunikasi itu tidak mungkin bisa mewakili keterlibatan emotif dalam sebuah kontak sosial yang nyata. Menurut  John V. Pavlik, kemudahan-kemudahan yang dilahirkan dari kehadiran teknologi informasi dan komunikasi membuat kehidupan menjadi sangat artifisial. Ruang-ruang privacy menjadi lebih sempit dan mudah dibajak karena informasi yang overload dan membanjir tanpa pilih kasih.

Kehadiran perangkat teknologi informasi dan komunikasi yang melahirkan masyarakat jaringan yang well informed memang tidak mungkin bisa dicegah. Namun, sesungguhnya efek buruknya dapat diminimalisir oleh kesadaran para penggunanya. Mentalitas yang baik niscaya akan menjadi filter bagi masuknya pengaruh-pengaruh buruk ideologi, keyakinan, kebudayaan, dan tren-tren dari luar yang sama sekali tidak cocok untuk kita.

Berdasar rilis data Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, pengguna internet di duni saat ini mencapai 1,9 miliar orang atau 28 persen dari keseluruhan jumlah penduduk dunia. Dari jumlah itu kalangan remaja berusia 15-19 tahun merupakan pengguna teraktif. Di Indonesia sendiri, pengguna internet saat ini sudah mencapai 45 juta orang dengan catatan 65 persen adalah pengguna remaja.

Maka, tidak usah heran bila sehari-hari kita melihat bocah-bocah berseragam SD, SMP, dan SMA bermain-main menghabiskan waktu berjam-jam di warung internet. Dengan modal hanya beberapa lembar uang ribuan mereka bebas meng-klik sana-sini, mencari informasi apa saja tanpa ada yang bisa mengontrol. Jika  penggunaan teknologi meniscayakan kesadaran fungsi dan manfaatnya, mereka-mereka inilah yang belum memiliki kesadaran fungsi itu. Jika harus ada kekhawatiran tentang efek buruk kecanggihan teknologi informasi, mereka inilah yang mula-mula harus dibentengi.

NU dalam Pengembangan Strategi Dakwah di Era Media Baru
NU sebagai organisasi pelajar yang berbasis ideologi Aswaja memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk mengawal pembangunan karakter dan budaya bangsa. Dalam berbagai kesempatan NU diharapkan terus menyosialisasikan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi secara sehat dan aman, sehingga teknologi tersebut dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Pada sisi lain, teknologi informasi dan komunikasi mengubah karakter dan kultur organisasi. Organisasi yang gagal memanfaatkan keunggulan ICT akan tenggelam dalam sejarah. Karenanya, NU harus mampu memanfaatkan inovasi-inovasi teknologi untuk melakukan lompatan kuantum sejarah, menjadikan ICT sebagai basis dalam koordinasi dan komunikasi organisasi, meletakkan ICT sebagai pijakan dalam pembuatan program dan respons keislaman dan kebangsaan. 

No comments:

Post a Comment

kaum muda nu Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Powered by Blogger.