|
C-1.
SISTEM KEKADERAN DAN KEORGANISASIAN
|
|
|
Pemantik
|
Panji Taufiq
|
|
Fasilitator
|
Hikmah Bafaqih, Nuruzzaman
|
Institutional building terdiri
dari tiga unsur pokok. Pertama, bagaimana mengembangkan kerangka
struktur oganisasi yang mampu menjawab kebutuhan internal organisasi maupun
eksternal (organizational development). Dalam konteks ini, kerangka structural
organisasi NU sudah terbentuk. Secara teoretik, anatomi struktur organisasi
merepresentasikan apa yang disebut dengan new-kinds of social movement.
Berbagai isu strategis, baik sektoral maupun nonsektoral, telah terpotret
dengan baik dan telah dibuatkan kerangka kelembagaannya. Isu tentang
pendidikan, ekonomi, pelajar, buruh, pertanian, kesehatan, hingga spiritualitas
telah terbangun kaki organisasinya.
Persoalan pokoknya adalah belum adanya isu pokok (central concern)
dalam masing-masing kelembagaan sehingga tidak focus, overlap, tidak sinergis,
bahkan dalam banyak hal saling bersaing.
Kedua, kemampuan organisasi dalam merepons berbagai
dinamika perubahan eksternal dan internal secara cepat, responsif, dan akurat,
sehingga berbagai program organisasi secara dinamis dapat mengikuti berbagai
pergeseran-pergeseran yang terjadi (institutionaldevelopment) . Oleh
karena dinamika dan pergeseran sosial sangat dinamis dibutuhkan kapasitas dan
mekanisme yang memungkinkan organisasi merespons secara tepat dan cepat.
Persoalannya adalah kerangka organisasi yang terdesentralisasi sedemikian
canggih berjalan sendiri-sendiri tanpa mekanisme konsolidasi, koordinasi,
sehingga seringkali lambat dalam merepons dinamika dan atau memiliki respons
yang berbeda-beda antar-organisasi NU.
Ketiga,
kemampuan organisasi dalam menjadikan proses-proses internalnya sebagai
arena pembelajaran bagi setiap pegiatnya sehingga lambat laun, semakin ikut
berproses, semakin terberdayakan dan ter up-grade kapasitas dirinya (capacity
building).
Agar NU sebagai organisasi mampu menjawab
tantangan zaman, maka pengembangan
kapasitas kelembagaan di atas mencakup dua elemen, yakni eksternal dan
internal. Aspek eksternal organisasi merupakan lingkungan eksternal strategis
dan tujuan organisasi yang terkait dengan tujuan objektif organisasi. Dalam hal
ini, khittah nahdliyyah merupakan representasi dari visi, misi, tujuan organisasi.
Dalam konteks NU, berarti kontekstualisasi khittah NU dalam realitas eksternal.
Sedangkan aspek internal tidak lain terkait dengan elemen pokok organisasi
adalah visi misi (tujuan), tata aturan organisasi, struktur, kepemimpinan,
pengurus, mekanisme pemilihan kepengurusan, basis finansial, jaringan, system
kaderisasi, codes of conduct, dan jaringan organisasi. Elemen-elemen inilah yang terkait dengan tata
kelola organisasi yang menentukan keberdayaan NU dalam mewujudkan
tujuan-tujuannya
1. Maka,
menjadi penting bagaimana melakukan kontekstualisasi khittah dalam ekonomi, politik, hukum, pendidikan,
kesehatan, sosial, budaya, dan keagamaan sekaligus?
2. Dalam
konteks elemen-elemen organisasi, menjadi penting bagaimana visi misi
organisasi dipahami dari level tertinggi sampai warga organisasi; kejelasan
tata aturan; bagaimana struktur yang pas yang mampu mengusung program-program
unggulan organisasi; keterkaitan dan sinergi antara struktur di PB, PW, PC,
PAC, hingga ranting; mekanisme pengambilan kebijakan; transparansi dan
akuntablitas finansial; hingga mekanisme rekruitmen pengurus; system
kaderisasi; hingga networking. Focus diskusi ini adalah bagaimana melakukan
penguatan organisasi (elemen-elemen organisasi) dan kepengurusan (SDM)?
Sistem Kekaderan NU
Selama ini, semua organisasi di bawah naungan NU telah memiliki
system kaderisasi sendiri-sendiri. Di satu sisi, hal ini menunjukkan
perkembangan dan kemandirian organisasi yang baik, namun di sisi lain juga
menunjukkan tumpeng tindih, pengulangan, bahkan perbedaan paradigma kaderisasi
antar-lembaga. Di IPNU, misalnya, telah memiliki system kaderisasi dari tingkat
pertama hingga nasional. Begitu juga di Fatayat, IPPNU, Muslimat, Anshor, hingga Banser. Bahkan, saat ini telah
muncul inisiasi baru dalam bidang kederisasi yang dikenal dengan PKPNU.
Sejauh ini, fenomena PKPNU telah memberikan kontribusi penting
dalam menggerakkan roda organisasi NU. Para alumni PKPNU sedikit banyak telah
menggerakan organisasi NU dan sedikit banyak mewarnai proses kaderisasi di NU.
Kaderisasi merupakan elemen penting dalam organisasi. Dinamika organisasi
ditentukan oleh proses kaderisasi yang terbangun. System yang kuat, basis
finansial yang memadahi, jaringan yang menggurita, namun jika tanpa system
kaderisasi yang sistematik, maka eksistensi organisasi tersebut akan terancam.
Kaderisasi yang baik memungkinkan terjadinya transmisi
nilai-nilai; kesinambungan kepengurusan; pengambangan karakter; penguatan
kapasitas kepemimpinan dan teknikalitas; serta revitalisasi organisasi. Kaderisasi
yang ideal dapat melahirkan kader-kader yang tidak hanya
tangguh secara kepemimpinan dan manajerial, namun juga memiliki tradisi
intelektual yang mendalam, memiliki keutamaan akhlaq, dan kedalaman
spiritualitas di medan peradaban yang makin kompleks. Dengan kata lain,
kaderisasi adalah upaya untuk mencetak calon-calon pemimpin masa depan yang
memiliki basis akidah aswaja an-nahdliyyah yang kokoh, kapasitas kepemimpinan
yang tinggi, memiliki keberpihakan dan
militansi, berkarakter serta kritis terhadap berbagai persoalan dan
perkembangan sosial yang dihadapi. Dengan pemahaman ini, kaderisasi seungguhnya
merupakan bagian penting dari proses regenerasi bangsa ini. Kerja kaderisasi
yang sistematik akan menepis kekhawatiran
Max Skiller “Sebuah abad besar telah lahir, tapi ia menemukan generasi yang kerdil”.
Kesadaran untuk terus menerus menyiapkan kader menjadi pemimpin masa
depan merupakan tantangan besar bagi NU. Hanya saja, sistem kaderisasi yang ada saat ini belum bisa
sepenuhnya mencetak kader militan-ideologis sebagaimana dicitakan. Hal ini
antara lain diindikasikan dengan adanya ”pembusukan” kader, banyaknya kader
yang meloncat, karakter, moralitas dan konsistensi yang kian menurun, serta
minimnya kader yang siap tempur dalam medan perjuangan NU. Loyalitas kader NU
pada nilai, kepentingan dan kelembagaan NU serasa jauh dari harapan.
Pertanyaannya, dimanakah akar persoalan kaderisasi kita ini? Inilah yang perlu
kita diskusikan.
Konsep-konsep kaderisasi
yang sudah ada sementara ini dipandang masih jauh dari memadai untuk mencapai
cita-cita itu. Sistem dan kurikulum pelatihan kader yang ada, meskipun disusun
dengan sangat melelahkan dan melibatkan "pendekar" dari berbagai
disiplin, tetap saja dipandang belum memadai di tengah makin kompleksnya
tantangan organisasi, perubahan sosial yang melesat, dan kian beragamnya
kebutuhan dan tuntutan lokal, nasional, dan global. Sistem, kurikulum dan metodologi yang telah
ada masih belum bisa secara tuntas menjawab tuntutan perubahan yang sangat
cepat dan ancaman berbagai kepentingan dan ideologi lain yang kini tengah
berkembang. Sedangkan pada level lain, kerja kaderisasi kita terhambat dalam
praktek di lapangan. Banyak hal yang mempengaruhi pada level ini, antara lain:
tidak adanya strategi nasional dan strategi lokal yang memungkinkan konsep
kaderisasi terimplementasi dengan konsisten; lemahnya kelembagaan kaderisasi;
dan minimnya kapasitas sumberdaya pelaksana dan fasilitator kaderisasi.
Penyelenggaraan kaderisasi memang cukup dinamis di beberapa daerah, namun kita
harus akui bahwa di sebagian besar daerah proses kaderisasi masih sangat lambat
bahkan mandeg. Dari pembacaan yang dilakukan, terjadi kesenjangan yang sangat
lebar antar-satu daerah dengan daerah lain.
Pertanyaan Pemandu Diskusi
Dengan refleksi tersebut,
dapat ditarik kesimpulan bahwa persoalan yang menyelimuti kerja kaderisasi di
NU sangat kompleks. Berdasarkan kesadaran atas kompleksitas masalah yang
menghadang di depan mata itulah, maka penyelesaiannya harus dilakuan secara
menyeluruh pada semua level di atas.
Karena itu, NU mestinya melakukan revitalisasi kaderisasi. Dalam kerangka itu,
muncul beberapa pertanyaan pokok yang harus didiskusikan bersama?
1. Bagaimanakah orientasi
dari kaderisasi NU ke depan? Kader dengan kapasitas dan karakteristik seperti
apa yang dipandang mampu menjawab tantangan ke depan serta diyakini mampu
menggawangi NU?
2. Bagaimanakah sebaiknya sistem, jenjang, pola, dan manajemen kaderisasi
di lingkungan NU agar tidak tunpang tindih, repetisi, namun memiliki cakupan
luas dan saling memperkuat, serta mampu mensinergiskan kaderisasi
antara-lembaga di NU?
3. Apakah dibutuhkan system kaderisasi khusus
yang didisain untuk mencetak kader-kader khusus yang memiliki kapasitas khusus?
Bagaimana merumuskan
sistem rekruitmen dan
proses diaspora kader dengan baik?
No comments:
Post a Comment