Latest News

INSTITUTIONAL BUILDING DAN TATA KELOLA ORGANISASI NU (Bag. C-4)

C-4. PENGEMBAGAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN.
Pemantik
LKNU
Fasilitator
Maesur Zaky, Sri Hidayati, Wiwin Siti Aminah


Konteks Makro Sistem Kesehatan
Kesehatan bukan semata soal tidak adanya penyakit yang ada di dalam tubuh. WHO (1974) mendefinisikan kesehatan sebagai kondisi kesejahteraan baik dalam aspek fisik, psikis dan sosial. Dalam perkembangan zaman modern kesehatan telah menjadi ruang bagi berjalannya dua ideologi ekonomi dan politik, untuk menyederhanakan, yakni ideologi neo-liberal dan ideologi sosialis. Ideologi neo-liberal menempatkan kesehatan sebagai urusan individu yang harus dibiayai dari dana pribadi (out of pocket system). Posisi negara adalah semata mengatur tata kelola kesehatan dan menegakkan aturannnya (regulatory). Di lain sisi, ideologi sosialis dan kemudian menjelma sebagai wellfare state ala Keynesian menempatkan kesehatan sebagai tanggungjawab negara terhadap seluruh warganegaranya lewat sistem perlindungan sosial.
Tidak ada satupun negara yang secara konsisten memegang satu ideologi kesehatan dalam menjalankan sistem kesehatan. Selalu ditemukan sistem campuran antar keduanya. Sistem campuran ini pun besifat dinamis, berubah sesuai dengan watak dan agenda politik rezim yang berkuasa. Sistem kesehatan Indonesia menganut prinsip campuran ideologis, walau pada nalar dasarnya, pasca amandemen UUD 1945, aroma neo-liberal lebih terasa. Namun, Indonesia juga mengenal sistem perlindungan sosial dalam kesehatan dengan berjalannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan oleh BPJS sejak 2014.
Dinamika sistem kesehatan selalu menghadirkan 3 aktor utama, yakni masyarakat sipil, masyarakat ekonomi dan negara. Dalam sistem kesehatan, tata kelola peran antar ketiganya diatur. Sistem kesehatan Indonesia mengenal fasilitas layanan kesehatan publik dan swasta. Artinya negara turut andil bersama masyarakat ekonomi melayani kesehatan masyarakat sipil. Maka, gerakan kesehatan bukan semata melakukan upaya penyediaan layanan kesehatan yang bermutu, mendidik tenaga kesehatan dan melakukan promosi perubahan perilaku menjadi lebih sehat. Gerakan kesehatan juga berarti sikap kritis terhadap perkembangan global yang mempermainkan kedaulatan negara dengan instrumen kesehatan.



Membaca Nalar Dan Peran Nahdlatul Ulama Dalam Upaya Kesehatan
Kesehatan sebagai sebuah program yang strategis dan sistematis dalam tubuh NU adalah sesuatu yang belum lama terjadi. NU belum mengeluarkan segala upaya secara maksimal dalam melakukan konsolidasi sumberdaya yang dimiliki untuk mengembangkan upaya-upaya kesehatan, baik dalam konteks pendidikan SDM atau tenaga kesehatan, pendirian fasilitas layanan kesehatan, dan pemberian layanan kepada masyarakat.  Yang paling sering terlihat ke publik adalah upaya promosi kesehatan yang dilakukan oleh NU lewat LKNU, dan banom-banomnya, yang ini pun masih bersifat sporadis, tidak berkelanjutan, dan kadang berjalan ketika ada kucuran dana proyek. Secara kelembagaan di tubuh NU, Lembaga Kesehatan NU (LKNU) juga belum telalu lama dibangun.
Jika melacak akar genealogis nalar NU ke masa Walisongo tahap awal, maka kita akan menemukan fakta menarik bahwa kesehatan, dalam spektrumnya yang tidak bisa dilepaskan dari dimensi spiritual, menjadi instrumen dakwah yang efektif. Tradisi pengobatan, yang saat ini dilabeli tradisional, juga tidak bisa dilepaskan dari peran para ‘ulama dan masyayikh yang alim yang mengasuh pondok pesantren dan juga menekuni bidang pengobatan dengan mengkesplorasi bahan gentika dan biokimia dari flora dan fauna yang ada di nusantara, disertai dengan laku dzikir tetentu. Jika saja nalar dan khazanah dalam dimensi kesehatan ini dihayati dan kemudian ditransformasikan secara strategis ke dalam semangat kelembagaan NU, maka akan dampaknya akan sangat besar, bukan saja bagi NU sendiri dan jama’ahnya, tapi juga untuk nusantara. Melihat kekayaan Indonesia yang disebut sebagai megadiversity country, dengan tingkat keanekaragaman dan sumber daya genetik makhluk hidup sangat tinggi.
Peluang besar ini perlu ditopang dengan bangunan tata kelola kelembagaan yang sangat kuat. Membangun dan mengembangan sistem pelayanan kesehatan di NU harus bertopang pada sistem kesehatan secara paripurna di tubuh NU. Sistem kesehatan yang dimaksud mencakup 7 komponen pilar utama, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional, yakni [1] Upaya Kesehatan, [2] Penelitian dan pengembangan, [3] Pembiayaan kesehatan, [4] SDM Kesehatan, [5] sediaan farmasi, alat kesehatan dan  makanan, [6] manajemen, informasi dan regulasi, dan [7] pemberdayaan masyarakat.

Isu Strategis
a.       Basis upaya kesehatan lewat layanan tradisional atau pengobatan alternatif memiliki akar yang cukup kuat dalam tradisi Islam Tradisional. Di satu sisi mengawinkan tradisi medis pengobatan dan tradisi agama, di lain sisi merupakan ikhtiar eksplorasi dari tanaman dan bahan yang ada di dalam negeri. Dalam sisitem kesehatan nasional, layanan kesehatan tradisional sudah terakomodasi dengan beberapa ketentuan terbaru seperti Peraturan Pemerintah No 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Keseatan Tradisional dan Permenkes No 88 tahun 2013 tentang Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional. Penguatan infrastruktur dan SDM dari sistem layanan tradisional ini menjadi sangat strategis dikembangkan oleh NU.
b.      BPJS sebagai sebuah sistem perlindungan yang memicu meningkatnya akses kesehatan tapi belum dibarengi dengan ketersediaan fasilitas yang memadai, terjangkau dan merata oleh masyarakat. NU memiliki basis pesantren dan masyarakat yang mayoritas di pedesaan. Akan tetapi, sangat jarang di banyak kantong NU yang mampu menangkap ini sebagai sebuah peluang untuk mengupayakan pendirian fasilitas layanan kesehatan, dalam bentuk yang paling minimal, yakni klinik. Pendirian klinik (Pratama atau Utama), atau Rumah Sakit di kantong-kantong basis NU, minimal di tingkat Kecamatan, yang dikelola oleh MWC NU, akan sangat strategis untuk dikembangkan. BPJS adalah sebuah sistem insentif yang bisa dimanfaatkan dalam tata perencaaan pembiayaan dan tata kelola layanan kesehatan berbasis NU.
c.       Walau belum ada sistem produksi SDM kesehatan yang dimiliki NU secara massif, para kader nahdliyyin yang menggeluti pendidikan kesehatan, seperti dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, menjadi sebuah potensi besar untuk diorganisasikan dan dikonsolidasikan. Membentuk forum silaturahmi adalah sebuah langkah strategis untuk mulai memetakan kader-kader nahdliyyin yang mengggeluti bidang kesehatan. Dari forum ini, dibangun sebuah perencanaan strategis bagaimana gerakan kesehatan di jamiyyah NU akan dibangun. Peran ISNU sangat strategis dalam usaha ini. Selain itu, sinergi antar LKNU dan LP Maarif adalah hal yang mutlak dilakukan ke depan.
d.      Profesionalisme layanan kesehatan yang dikelola NU masih sangat perlu di tingkatkan di fasilitas kesehatan yang bernaung di bawah NU. Beberapa persoalan yang muncul terkait perijinan RS NU adalah sebuah penanda bahwa ada catatan tentang tata kelola fasilitas kesehatan yang dikelola NU. LKNU harus berperan aktif dengan kewenangan yang diperkuat dalam mengembangkan panduan dan kontrol serta manajemen mutu (quality assurance) kesehatan bagi Klinik atau RS di bawah naungan NU. Pendirian Asosiasi Rumah Sakit NU (Arsinu) adalah langkah yang baik untuk menginspirasi model pengembangan sistem pelayanan kesehatan.
e.       Neo-liberalisasi sistem kesehatan adalah sebuah tantangan laten bagi gerakan kesehatan NU. Penguatan atas tradisi kesehatan berbasis kearifan lokal harus dibarengi dengan upaya kajian strategis di tubuh LKNU dengan membangun desk kajian khusus kesehatan. Desk ini akan berfungsi sebagai pembaca arah strategis gerakan kesehatan, baik dalam konteks advokasi kebijakan dan produkUndang-undangn seputar kesehatan yang mulai bernuansa neo-liberal (yang sedang hangat-hangatnya adalah RUU Paten yang masuk prolegnas 2015), maupun dalam konteks memberikan rekomendasi strategis untuk pengembangan komponen sistem kesehatan di tubuh NU.

Pertanyaan Pemandu Diskusi
1.      Tata Kelola
a.       Bagaimana rumusan panduan tata kelola unit pelayanan kesehatan di bawah organisasi NU di semua tingkatan yang mampu mengikuti sistem kesehatan nasional (SKN), temasuk mekanisme standarisasi pelayanan dan quality control?
b.      Bagaimana manajemen Aset Fasyankes yang dikelola NU perlu dikuatkanb untuk menjamin prinsip good governance?
c.       Kewenangan apa yang perlu dimiliki oleh LKNU dalam upaya perbaikan sistem pelayanan kesehatan NU ke depan?
2.      SDM dan Sistem Pengembangan Kapasitas
a.       Bagaimana mekanisme produksi SDM / tenaga kesehatan di tubuh NU?
b.      Bagaimana mekanisme distribusi SDM. / tenaga kesehatan di tubuh NU dalam menopang sistem pelayanan kesehatan?
3.      Pegembanga Upaya Kesehatan
a.       Bagaiamana strategi percepatan untuk pemenuhan persyaratan kerjasama Fasyankes di bawah naunga NU dengan BPJS?
b.      Bagaimana mekanisme upaya kesehatan peroroangan dan masyarakat yang secara strategis dapat dilakukan oleh NU untuk melayani ummat?
c.       Bagaimana strategi NU untuk mengembangkan dan mengekplorasi pengobatan tradisional dalam sisitem pelayanan kesehatannya?
4.      Upaya Advokasi Kesehatan
Bagaimana NU secara kelembagaan memiliki strategi untuk mengawal kebijakan publik dalam bidang kesehatan untuk menjamin berjalannya nilai Aswaja al-Nadliyyah dalam Sistem Kesehatan Nasional?

No comments:

Post a Comment

kaum muda nu Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Powered by Blogger.